Situs Bersejarah dan Tempat Wisata Desa Beji

1. Watu Gendhong
Watu Gendhong adalah salah satu peninggalan warisan budaya yang terdapat di dusun Tungkluk. Menurut cerita batu ini dibawa oleh para wali untuk menutup sumur agar tidak meluap jadi lautan dengan digendong tapi sebelum sampai di sumur hari sudah pagi akhirnya batu itu ditaruh ditempat itu. Berdasarkan cerita tersebut akhirnya dinamakan Watu Gendhong.

2. Kali Ndek
Kali Ndek adalah salah satu petilasan di desa Beji yang bertempat di dusun Duren, petilasan ini adalah pekarangan yang dahulu pernah disinggahi Roro Resmi. Petilasan Kali Ndek ini yang setiap tahun di Sadrani oleh warga desa Beji.

3. Joglo
Di desa Beji masih terdapat beberapa rumah adat yang sampai saat ini masih dijadikan rumah hunian.

4. Rumah Limasan
Rumah Limasan adalah salah satu jenis  rumah arsitektur tradisional Jawa. Rumah tradisional sudah ada sejak nenek moyang suku Jawa sejak lama. Terbukti dengan adanya relief yang menggambarkan keberadaannya. Tidak hanya asal bangun, rumah Limasan mengandung falsafah yang sarat makna dan nilai-nilai sosiokultural. Selain itu, rumah Limasan juga dikenal memiliki desain yang sederhana dan indah. Kelebihan lain pada arsitektur bangunan limasan rumah ini juga dapat meredam gempa. Bangunan ini dicirikan dengan pemakaian konstruksi atap yang kokoh dan berbentuk lengkungan-lengkungan yang terpisah pada satu ruang dengan ruang lainnya. Sebuah rumah limasan terbangun dari empat tiang utama. Di desa Beji masih terdapat beberapa rumah limasan yang terawat dan terjaga keberadaannya oleh warga yang menyinggahi.

5. Makam Eyang Carik
Dahulu kala Eyang Carik adalah senopati dari Kerajaan Pajajaran yang melarikan diri ke Ngawen dan menjadi menantu dari demang Ponco Benawi penguasa Kademangan Ngawen. Berkat kesaktian dan pengabdian beliau yang sangat luar biasa hingga akhir hayatnya di semayamkan di desa Beji dan tempat itu pun di jadikan peninggalan bersejarah yang sangat terjaga kesakralannya. sampai sekarang. Untuk menghormati jasa-jasa kepahlawanan beliau maka setiap hari kemerdekaan RI selalu dilaksanakan upacara bendera oleh Pemdes Beji, serta semua anggota kecamatan Ngawen termasuk bapak Camat Ngawen.

Kuliner khas Desa Beji

Di desa Beji terdapat beberapa kuliner tradisional, berikut adalah beberapa kuliner tersebut:

a. Dusun Sidorejo dan dusun Serut terdapat olahan tempe kedelai yang asli masih terbungkus dengan daun. Kelompok ini sudah menerima pesanan baik dalam maupun luar desa Beji.

b. Dusun Beji, terdapat beberapa olahan yang berasal dari bahan-bahan yang diperoleh dalam lingkungan sekitar yaitu keripik singkong, keripik talas dan keripik pisang.

c. Di dusun Grojogan terdapat olahan Bakpia Kacang ijo dan susu Kedelai, telah menerima pesanan dalam dan luar kota.

d. Di dusun Bejono terdapat beberapa olahan yang berbahan dasar ketela, yaitu kerupuk ketela dan jenang ayu ketela.

e. Di dusun Banaran terdapat kelompok pembuatan roti yang semua berbahan dasar singkong.

f. Di dusun Duren terdapat berbagai macam olahan dari singkong yaitu tiwul, gathot, kerupuk rambak dan peyek.

g. Dusun Tegalrejo terdapat olahan jenang sumsum dan corobikan.

h. Dusun Daguran Lor terdapat olahan makanan berupa Rambak, Gethuk Lindri, dan tape singkong.
      
i. Dusun Tungkluk terdapat olahan makanan berupa Patolo, jenang sumsum, peyek, dan pecel.

Kerajinan dan Kreasi khas Desa Beji

1. Kerajinan bambu
Di desa Beji terdapat beberapa aneka kerajinan bambu yaitu di dusun Bendo, Tegalrejo dan Banaran berupa caping, tikar dan kepang. Dusun Grojogan juga terdapat kerajinan bambu berupa irik/tambir. Dusun Duren kerajinan bambu yang dihasilkan berupa alat musik Rinding Gumbeng, pot, dan asbak.

2. Kerajinan akar pohon kelapa
Kerajinan akar pohon kelapa di desa Beji dapat ditemui di dusun Duren yang menghasilkan Lemari, asbak, pot, enthong, dan piring.

3. Sapu lidi
Sapu lidi masih sangat berperan penting di desa Beji untuk membersihkan lingkungan sekitar. Pembuatan sapu lidi hampir setiap warga di desa Beji membuat kerajinan ini.

4. Penangkaran lebah madu lanceng
Penangkaran lebah madu lanceng juga bisa didapatkan di dusun Duren, tetapi belum mempunyai hasil yang banyak dikarenakan kurangnya tempat dan peralatan untuk penangkaran lebah madu tersebut.

5. Obat tradisional
a. Obat tradisional hewan Cacing
Obat tradisional yang digunakan untuk obat penyakit typhus dari cacing tanah bisa didapatkan di desa Beji tepatnya dusun Grojogan, peracikan obat tradisional ini sudah turun-temurun. Pemesanan sudah ke beberapa apotek untuk 1 paket hanya seharga Rp. 5000,- yang berjumlah 3 biji.
b. Obat tradisional dari tanaman yang terdapat di desa Beji terutama di Hutan Wonosadi yaitu antara lain brotowali, jarak ino, sambiloto, rondo mropol, alang – alang, kumis kucing, ciplukan, binahong, daun ungu, sirih, daun salam, telapak iman, temu ireng, temu giring, kunyit, daun kelor, daun jambu jowo, getah yodium, getah pisang, daun manding, buah wareng, dan masih banyak lagi yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh warga sekitar desa Beji.

Permainan Tradisional

1. Gobag Sodor adalah permainan anak tradisional yang melatih keterampilan fisik, kecerdasan, konsentrasi dan kerjasama tim.

2. Cublak-cublak suweng adalah Menebak siapa yang membawa/menyembunyikan kerikil, dengan cara menyanyikan lagu cublak -cublak suweng

3. Gatheng adalah permainan keterampilan tangan untuk memainkan krikil.

4. Lumbungan adalah permainan tradisional dengan cara memasukkan biji ke lubang yang berjajar, dan menentukan jumlah terakhir biji masuk ke dalam  lubang (dapat dikatakan menang/ kalah ) 

5. Benthik

6. Usruk adalah permainan yang dilakukan dengan cara menyembunyikan kerikil ke dalam gundukan  pasir, kemudian dicari oleh  lawan main /dengan cara menebak lokasi penyembunyian

7. Egrang adalah permainan yang dilakukan dengan cara menaiki bambu yang dibentuk egrang, melatih keseimbangan tubuh.

8. Gangsingan adalah permainan yang dilakukan dengan cara memutarkan mainan yang berbentuk bulat bergagang, Kemenangan pada yang berdurasi lama.

9. Cirak adalah permainan tradisional yang dilakukan dengan cara melemparkan biji-bijian  ke dalam lubang tanah sedalam 5 cm, apabila biji tersebut masuk dalam lubang menjadi milik yang melempar

10. Jamuran adalah permainan anak yang cara permainannya adalah Menebak nama jamur dengan cara bergandengan tangan membentuk lingkaran , berjalan berputar, sambil menyanyikan lagu jamuran.

Berbagai Kesenian Desa Beji

Sesorah basa jawa/macapat
Sesorah basa Jawa/macapat di ambil dari tembang Jawa seperti pocung, dandhang gula, pangkur, sinom, mijil, megatruh, maskumambang. Biasanya di lakukan beberapa orang bergantian dalam acara tertentu seperti Selasa Kliwon dan malam Kamis Legi. Sedangkan cara melakukannya seperti membaca tetapi di lakukan nada musik Jawa atau Gamelan. Sesorah basa Jawa mengandung pitutur (pesan) juga filosofi tentang kehidupan manusia.

Terbangan/solawatan
Jenis kesenian yang menggunakan alat musik Rebana atau Terbang (dalam basa Jawa) yang terbuat dari kulit sapi atau kerbau. Latihan Terbangan/Solawatan bertempat di dusun Banaran.

Elektone dan campursari
Jenis musik perpaduan penatonis dan diatonis yaitu alat musik nasional dan Gamelan Jawa. Elektone ini terdapat di padukuhan Duren dan sudah malang-melintang di dunia hiburan.

Sanggar Tari, Rias dan Busana
Di desa Beji terdapat beberapa Sanggar tari yang masih rutin latihan demi berkembangnya kesenian tari yang ada, di dusun Bendo, Daguran serta di dusun Duren.
Di desa Beji juga terdapat beberapa Rumah Rias dan Busana Pengantin serta Rias Busana Tari, di dusun Tegalrejo, Daguran kidul, serta Sidorejo adalah beberapa dusun yang mempunyai Rimas Rias dan Busana Pengantin yang sudah disewakan ke berbagai tempat dalam kota dan luar kota. Rumah Rias dan Busana Tari di desa Beji bertempat di dusun Duren yang telah menyediakan berbagai Busana Tari modern serta klasik.

Wayang Kulit
Kesenian Wayang Kulit merupakan salah satu kesenian tradisi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat Jawa. Lebih dari sekedar pertunjukan, wayang kulit dahulu digunakan sebagai media untuk permenungan menuju roh spiritual para dewa.
Kesenian Wayang Kulit di desa Beji ada sejak zaman dahulu yang memang sebelumnya di desa Beji ada Dalang yang saat ini sudah sepuh tetapi sudah memiliki generasi penerus. Dalang di desa Beji telah mengikuti beberapa perlombaan serta festival di dalam dan luar kota.



Thek-thek

Thek-thek adalah alat musik yang ada di Desa Beji, alat musik ini berupa kenthongan bambu yang dibunyikan dengan dipukul dan menghasilkan irama. Irama yang telah dihasilkan dapat mengiringi beberapa lagu atau tembang. Di desa Beji terdapat beberapa kelompok kesenian thek-thek yaitu di dusun Tegalrejo, Tungkluk serta dusun Daguran.

Jathilan Kreasi

Dari banyaknya kesenian yang terdapat di desa Beji, terdapat juga kesenian Jathilan Kreasi yaitu di dusun Grojogan, dusun Bendo dan dusun Duren yang telah mendapatkan SKOK dari Dinas Kebudayaan Gunungkidul. Kesenian Jathilan ini lebih mengarah ke alur cerita yang diangkat oleh masing-masing dusun. Di dusun Duren terdapat paguyupan Jathilan Endess dari sanggar Putra Kencana Wonosadi yang mengangkat cerita Roro Resmi dan telah dipentaskan di berbagai acara, hajatan setempat, bersih dusun atau Rasulan, atraksi kesenian di desa Beji, pentas di tempat wisata daerah Gunungkidul serta beberapa tempat yang lain.

Gejog Lesung

Gejog Lesung adalah alat musik tradisional berupa Lesung yaitu alat untuk menumbuk padi pada jaman dahulu. Biasanya dilakukan beberapa personil untuk membunyikan Lesung tersebut, yang menghasilkan irama yang dinamis sehingga dapat mengiringi beberapa lagu.

Rinding Gumbeng

Rinding Gumbeng adalah salah satu alat musik tradisional yang dimiliki oleh desa Beji yang berjalannya waktu justru semakin berkembang dan banyak yang mulai mengenal alat musik tersebut. Alat musik yang terbuat dari bambu ini sangat unik, bisa mengiringi berbagai aliran musik, mulai dari mengiringi lagu-lagu Jawa, Campursari, Dangdut, Pop, hingga pernah dikolaborasikan dengan kesenian tari untuk dijadikan iringan pokok.

Karawitan

Kesenian Karawitan di desa Beji tergolong rutin dalam pelaksanaan latihannya. Terlihat dari jadwal latihan yang telah disusun oleh tim kesenian di desa Beji, bahwa warga yang mengikuti latihan terlihat semangat untuk melestarikan kesenian karawitan. Beberapa kelompok karawitan mempunyai jadwal masing-masing yang dimana tempat latihan sementara di Balai desa dikarenakan keterbatasan tempat belum adanya rumah budaya untuk menampung beberapa kesenian di desa Beji.

Kelompok karawitan Madyo Laras latihan rutin setiap hari Minggu pukul 20.00 WIB. Kelompok karawitan Madyo Laras telah memiliki SKOK dari Dinas Kebudayaan Gunungkidul. Karawitan Daguran latihan pada hari Sabtu malam pada pukul 20.00 WIB yang bertempat di Balai Desa.

Reog

Reog Klasik yang terdapat di Desa Beji  terbagi beberapa kelompok, yaitu di Dusun Ngelo, Daguran, Banaran. Personil terdiri sekitar 25 orang.

Reog Kreasi ditarikan oleh ibu-ibu dengan nuansa garapan sedikit disentuh dengan ragam gerak kreasi baru. Kelompok Reog kreasi ini terdapat di dusun Ngelo, latihan rutin dilakukan setiap satu Minggu sekali. Personil kurang lebih 35 orang.

Reog Karangtaruna desa Beji yang mempunyai nama kelompok Panji Mudo Beji ini mengadakan latihan rutin satu bulan sekali. Reog Karangtaruna ini bertempat di Daguran yaitu di Balai Desa Beji, personil kurang lebih 50 orang. Di Desa Beji juga memiliki kelompok reog anak yang diberi nama Turonggo jati, latihan dilakukan rutin pada setiap hari Senin dan Rabu pukul 15.00 WIB, latihan biasanya bertempat di balai dusun Ngelo. Personil reog anak Turonggo Jati terdiri kurang lebih 25 anak. Reog Turonggo Jati sudah dipentaskan di beberapa tempat, di Rumah Pintar Wonosari, atraksi kesenian di Desa, serta di saat ada atraksi kesenian di Dusun Ngelo.

Pembukaan Kesenian

Desa Beji kaya akan potensi Kesenian tradisional maupun kreasi, hal itu di buktikan dengan banyaknya kelompok-kelompok seni di setiap dusun. Tetapi karena kurangnya regenerasi dan pola manajemen yang baik akhirnya membuat kesenian di desa Beji mati suri dan tidak berkembang, seperti kethoprak, reog klasik, kethekogleng, tayub dll. Dari berbagai kelompok kesenian ada beberapa kelompok yang telah memiliki SKOK dari Dinas Kebudayaan. 

Ruwahan

Ruwahan adalah salah satu tradisi yang sampai saat ini masih dilaksanakan oleh warga desa Beji kecamatan Ngawen kabupaten Gunungkidul. Ruwahan adalah tradisi menyambut datangnya Bulan Ramadhan, warga setempat melakukan kenduri bersama di balai dusun, Masjid  dan salah satu rumah warga.

Rasulan

Rasulan atau bersih dusun di desa Beji adalah salah satu tradisi yang sampai saat ini masih berjalan dengan baik, bertujuan untuk mengucap syukur atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa, mulai dari keselamatan, kesehatan, rezeki dan hasil panen masyarakat sekitar desa Beji. Pelaksanaan tradisi Rasulan ini selalu dilakukan setelah tradisi Sadranan desa Beji atau yang sering disebut warga sekitar dengan sebutan Sadranan Gununggambar dan Wonosadi dilaksanakan. Tradisi Rasulan tidak boleh dilakukan sebelum tradisi Sadranan berlangsung. Dalam pelaksanaan tradisi Rasulan ini terdapat beberapa keunikan, setiap dusun mempunyai cara yang berbeda-beda untuk melakukan ritual Rasulan tersebut. Berikut tradisi Rasulan di setiap dusun di desa Beji:

1. Dusun Tegalrejo
Rasulan di dusun Tegalrejo biasanya jatuh pada hari Kamis Pahing, sepanjang tidak was dan ringkel hari tersebut sudah dipilih sejak zaman nenek moyang dikarenakan hari tersebut adalah hari baik bagi warga dusun Tegalrejo. Tirakatan dilakukan semalam suntuk sebelum tradisi rasulan dilaksanakan, kegiatan saat tirakatan biasanya ada doa bersama oleh seluruh warga dusun Tegalrejo, dan mocopat. Hiburan wajib tidak ada, karena terdapat berbagai agama di dusun Tegalrejo, tokoh masyarakat mengemas dusun dengan landasan azas persatuan dan kesatuan. Dengan adanya berbagai agama tersebut terjadi persatuan dan kesatuan, Selalu guyub rukun di balai dusun. 
Rasulan di dusun Tegalrejo diartikan bahwa setelah orang Jawa bertanam padi, dengan diberi anugerah panen yang melimpah oleh Tuhan Yang Maha Esa maka dilakukan bersyukur bersama dengan makan nasi kenduri. Pada saat tradisi berlangsung biasanya ada yang mempunyai janji atau warga menyebutnya dengan ujar kepada Tuhan jika penyakitnya sembuh maka akan membawa ingkung ayam ke Sendhang tersebut, yang pada akhirnya dimakan bersama-sama dengan warga.
Rasulan dilakukan di Sendhang Tanjung yang bilamana mempunyai ujar biasanya sembuh karena mantapnya kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya Rasulan juga dilaksanakan di sumur Ngledhok yang sampai saat ini dijadikan sumber air minum oleh warga sekitar. Di dusun Tegalrejo ada tradisi Sadranan di Sendhang, semua umat beragama kenduri bersama. Ruwahan bersama-sama ke balai dusun dengan melakukan kendurian. Satu hari sebelum tradisi Sadranan dilaksanakan, warga dusun Tegalrejo melakukan kegiatan bersih Sendhang, dan menyiapkan tempat untuk kenduri bersama, siang harinya dilakukan kenduri bersama yaitu setelah Sadranan di Gununggambar Wonosadi selesai. 

2. Dusun Bendo
Rasulan di dusun Bendo dilaksanakan pada hari Senin Legi, hari tersebut sudah tidak bisa diubah dikarenakan sudah dipilih oleh nenek moyang yang jika diubah konon akan terjadi sebuah musibah kebakaran ataupun yang lainnya. Hal tersebut pernah terjadi beberapa puluh tahun yang lalu dikarenakan mengganti hari untuk melaksanakan tradisi Rasulan. Rasulan di dusun Bendo dilakukan di sumur Ngelo dan Sendhang Kepil. Hiburan wajibnya adalah tayub/ledhek, hiburan tersebut juga tidak boleh diubah dengan alasan yang sama yaitu akan terjadi malapetaka jika memang diubah. Hiburan tersebut biasanya berlangsung selama sehari semalam.
Di dusun  Bendo terdapat Pura yang kegiatannya sangat rutin dan padat dilaksanakan oleh para warga yang menganut agama Hindu. Pada saat satu Bulan dilakukan dua kegiatan rutin yaitu Purnam dan Tilam, untuk kegiatan lain tetap berjalan menurut kepercayaan umat Hindu yang ada di dusun Bendo.

3. Dusun Banaran
Rasulan di dusun Banaran jatuh pada hari Kamis Kliwon. Warga dusun Banaran melakukan tradisi Rasulan dengan mengadakan ritual kendurian di malam hari, setelah selesai kenduri pada jam 12 malam warga dusun Banaran membuang sarang  di sumur Ngumbul, sumur Gayam, sendhang Ringin dan sumur Banaran, masing-masing 1 sarang.
Dusun Banaran juga melaksanakan tradisi Sadranan yaitu pada siang hari setelah Sadranan Gununggambar Wonosadi telah terlaksana. Dusun Banaran juga melaksanakan berbagai upacara yaitu Slametan pada tanggal 8 suro, pada tanggal 12 melaksanakan sedekahan muludan yang sering disebut dengan Maulid Nabi, dan pada tanggal 15 ruwah warga dusun Banaran melangsungkan upacara Ruwahan.

4. Dusun Bejono
Dusun Bejono melaksanakan tradisi Rasulan di sendhang Kyai Montro pada hari Kamis Kliwon. Beberapa waktu yang lalu  Rasulan di dusun Bejono menampilkan hiburan Ledek/Tayub. Seiring perkembangan zaman, Rasulan di dusun Bejono tidak memakai hiburan hingga saat ini. 

5. Dusun Grojogan
Dusun Grojogan melaksanakan Rasulan di Sendhang Ngumbul, Ringin, Sendhang Ngasem dan Sendhang Gayam. Rasulan dilaksanakan pada hari Senin Pahing. Saat Sadranan sebagian warga ada yang gabung ke dusun Banaran karena dusun Banaran dan dusun Grojogan masih ada keterkaitan. Pada saat pelaksanaan tradisi Rasulan ini, dusun Grojogan tidak memakai hiburan wajib seperti dusun lain.
6. Dusun Daguran Lor
Rasulan dusun Daguran Lor dilaksanakan di Sendhang pada hari Senin Pon, saat pelaksanaan Rasulan juga ditampilkan hiburan yang sifatnya wajib yaitu tayub/ledhek selama sehari semalam. Hal tersebut sudah menjadi tradisi turun-temurun, hari serta hiburan tidak dapat di ubah. Cerita dari tokoh masyarakat di dusun Daguran Lor jika tidak ada tayub/ledhek maka dusun tersebut akan terkena musibah seperti gagal panen dan terkena penyakit.

7. Dusun Daguran Kidul
Prosesi Rasulan di dusun Daguran Kidul sama persis dengan yang dilakukan dusun Daguran Lor, yaitu dilaksanakan di Sendhang pada hari Senin Pon, saat pelaksanaan Rasulan juga ditampilkan hiburan yang sifatnya wajib yaitu tayub/ledhek selama sehari semalam. Hal tersebut sudah menjadi tradisi turun-temurun, hari serta hiburan tidak dapat di ubah. Cerita dari tokoh masyarakatpun sama yaitu bahwa jika tidak ada tayub/ledhek maka dusun tersebut akan terkena musibah seperti gagal panen dan terkena penyakit.

8. Dusun Tungkluk
Dusun Tungkluk melangsungkan tradisi Rasulan biasanya jatuh pada hari Senin Pahing setelah tradisi Sadranan Wonosadi telah terlaksana. Masyarakat dusun Tungkluk melangsungkan prosesi rasulan dengan kenduri di Sendhang Jambu Abu.

9. Dusun Duren
Rasulan di dusun Duren di laksanakan di Balai Dusun pada hari Senin Legi atau Kamis Legi setelah tradisi Sadranan di desa Beji telah terlaksana, jika Sadranan jatuh pada senin legi maka setelah Sadranan di hari Kamis Legi warga dusun Duren melangsungkan tradisi Rasulan. Sebelum hari pelaksanaan tradisi Rasulan, seperti warga yang lain yaitu dilakukan prosesi dekeman atau Tirakatan. Dusun Duren memiliki hiburan wajib pada saat tradisi Rasulan berlangsung yaitu Wayang Kulit. Wayang kulit digelar satu malam suntuk yaitu setelah kendurian sore hari maka wayang digelar malam harinya.

10. Dusun Sidorejo
Dusun Sidorejo melaksanakan Rasulan di sumur Duren, tetapi hari pelaksanaan tidak menentu, biasanya ditetapkan oleh juru kunci dusun Sidorejo yang terpenting adalah hari tersebut termasuk hari baik. 
Dusun Sidorejo juga melaksanakan Sadranan yang bersamaan dengan desa beji, warga masyarakat dusun Sidorejo melakukan sedekah yaitu dengan kendurian di sumur Duren. Selain Rasulan dan Sadranan, warga dusun Sidorejo juga masih melaksanakan tradisi Ruwahan, kenduri Bakdho Riyadi saat malam takbir Hari Raya Idul Fitri, dan Muludan yaitu pada saat Maulid Nabi.

11. Dusun Serut
Dusun Serut melangsungkan prosesi Rasulan dan Sadranan secara bersamaan pada hari yang telah ditentukan di Gununggambar dan Wonosadi. warga dusun Serut melakukan kendurian di Sendhang yaitu yang diberi nama sendhang Lor Omah (sebelah utara rumah) dan Sendhang Dul Ngomah (sebelah selatan rumah). Pada saat pelaksanaan tradisi Rasulan ini, dusun Serut tidak memakai hiburan wajib seperti dusun lain.

12. Dusun Beji
Sebelum melaksanakan tradisi Rasulan, warga dusun Beji melangsungkan prosesi dekeman atau tirakatan pada malam sebelum Rasulan. Setelah selesai tirakatan warga dusun Beji  melaksanakan prosesi membuang sarang ke sumur Beji dan Sumur Nggumuk.
Dusun Beji melaksanakan tradisi Rasul dan nyadran secara bersamaan. Pada saat Sadranan dusun Beji hanya mengirim beberapa Sarang dan Sanggan ke Wonosadi yang diawali dengan berkumpul di balai Desa Beji. Tradisi rasulan ini dilaksanakan di sumur Beji dan sumur Nggumuk. Pada saat Rasulan, warga dusun Beji melakukan bersih Sendhang pada pagi harinya lalu dilanjutkan kendurian yang dimaksudkan kenduri Sadranan, setelah itu sore harinya dilaksanakan kenduri di balai dusun dimaksudkan untuk kenduri Rasulan.

13. Dusun Ngelo Lor
Dusun Ngelo Lor melaksanakan tradisi Rasulan pada hari Senin Pahing, menurut nenek moyang hari tersebut adalah hari baik, jika was ringkel dalam istilah Jawa biasanya diundur pada hari Kamis Pahing. Jika diganti hari lain konon akan terjadi malapetaka di dusun Ngelo Lor. Tradisi Rasulan ini dilaksanakan di Sumur Lo, nama tersebut dikarenakan di area sumur terdapat pohon Lo. Pada saat Sadranan, warga dusun Ngelo Lor tetap melaksanakan kendurian dan bersih-bersih sumur.

14. Dusun Ngelo Kidul
Dusun Ngelo Kidul melangsungkan tradisi Rasulan sama persis dengan dusun Ngelo Lor, waktu dan tempatnya juga sama yaitu pada hari Senin Pahing, yang sudah dipaparkan bahwa menurut nenek moyang hari tersebut adalah hari baik, jika was ringkel dalam istilah Jawa biasanya diundur pada hari Kamis Pahing. Jika diganti hari lain konon akan terjadi malapetaka di dusun Ngelo Kidul dan Ngelo Lor. Tradisi Rasulan ini dilaksanakan di Sumur Lo. Pada saat Sadranan, warga dusun Ngelo Kidul tetap melaksanakan kendurian dan bersih-bersih sumur.

Pembuka Budaya Desa Beji


Desa Beji mempunyai potensi budaya yang masih dilestarikan oleh masyarakat. Mulai dari beberapa upacara adat, keanekaragaman agama, beberapa jenis kelompok kesenian, adanya kuliner atau olahan makanan yang masih khas warga setempat, banyaknya permainan anak tradisional, adanya tempat pembuatan kerajinan, ditemukannya pembuatan obat tradisional dan tata ruang rumah adat yang masih ada di desa Beji.

Potensi budaya tersebut perlu didukung oleh pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga dapat menjadikan Desa Beji menjadi Desa budaya yang unggul. Berikut adalah beberapa Potensi budaya dan masyarakat di desa Beji, kecamatan Ngawen, kabupaten Gunungkidul.



Sadranan Desa Beji

Dahulu kala seorang keturunan Majapahit yang bernama Mbah Theruk adalah seorang garwa selir dari Kraton. Pada saat pembubaran Mbah Theruk menjadi seorang janda yang mempunyai dua putra yaitu Onggo dan Lotjo. Mbah Theruk atau Roro Resmi melarikan diri yang pada akhirnya berhenti di dusun Daguran lalu ke utara yaitu di Duren tepatnya di Kali Ndek. Pada saat di Duren, putra Onggo dan Lotjo berniat jalan-jalan ke gunung tepatnya di alas Wonosadi dengan membawa gejik untuk mencari srowotan ubi, ketela pohon, dan lain sebagainya.

Pada saat itu Onggo dan Lotjo berbincang-bincang dengan ibunya yaitu Roro Resmi untuk dicarikan pinjaman alat pertanian berupa cangkul, sabit, kapak dan sebagainya di dusun Duren. Dengan beberapa alat pertanian tersebut Onggo dan Lotjo akan membuat Badranan yang saat ini sering disebut Pesanggrahan. Pada saat membuat Badranan di alas Wonosadi, Onggo dan Lotjo berpesan kepada sang ibu untuk mengantar kiriman berupa makanan, pada saat dikirim oleh ibunya selama tiga hari, Onggo dan Lotjo kembali berpesan bahwa ingin dikirim oleh ibunya selama tujuh hari sekali saja. Hari ketujuh Roro Resmi kembali mengantar kiriman untuk kedua putranya, pada saat itu sang putra kembali berpesan kepada ibunya untuk dikirim makanan selama satu bulan sekali serta berpesan bahwa Onggo dan Lotjo sedang sesirih maka suatu saat pasti akan hilang mukswa, Roro Resmi tidak dapat melihat kedua putranya tetapi Onggo dan Lotjo tetap bisa melihat sang ibu. Pada saat itu Onggo dan Lotjo berpesan kepada Roro Resmi di saat mengantar kiriman diminta untuk ditempatkan di tunggak Ngenuman atau Wonosadi sebelah timur, Roro Resmi diminta untuk kembali muduk pulang ke Kali Ndek.

Roro Resmi kembali mengantar kiriman setelah satu bulan pesan dari putranya. Pada saat mengantar kiriman, Onggo dan Lotjo berbincang-bincang dengan ibunya bahwa mulai saat ini sampai turun-temurun beliau akan tetap membuka alas Wonosadi yang akan dijadikan peninggalan untuk warga sekitar desa Beji. Onggo dan Lotjo berpesan kepada ibunya agar warga sekitar memperingati tempat tersebut selama satu tahun sekali yang sampai saat ini akhirnya dilakukan warga setempat sebagai tradisi Sadranan dengan maksud mengingat, memperingati dan menjaga semua yang ada di alas Wonosadi serta sekitarnya. Nyadran dilakukan warga untuk mengingatkan kepada generasi penerus agar tanaman yang telah dijaga dan dirawat oleh Onggo Lotjo pada saat itu tidak rusak dan wajib untuk dijaga kelestariannya agar tetap hijau dan tumbuh subur di alas Wonosadi. Selain penghijauan yang wajib dijaga di desa Beji, sumber air yang berasal dari alas Wonosadi juga wajib dijaga kebersihannya agar tidak kotor karena sumber air dari alas Wonosadi tersebut dapat menghidupi warga desa Beji.

Pada saat tradisi bersih dusun yang biasanya menampilkan hiburan tayuban, beliau meminta untuk dinyanyikan lagu Jawa yang berjudul Ijo-ijo karena ingin selalu mengingatkan kepada warga sekitar agar Wonosadi dan desa Beji tetap hijau. Sampai saat ini lagu tersebut dijadikan lagu wajib untuk memulai setiap hiburan atau hajatan di seluruh desa Beji dimaksudkan untuk selalu mengingatkan kepada warga desa Beji untuk selalu menjaga alas Wonosadi agar tetap hijau dan sumber air tetap mengalir bersih dan sehat.

Sampai saat ini tradisi Sadranan dilakukan satu tahun sekali oleh seluruh warga desa Beji, sesajinya selalu ada krowotan karena mengingat pada zaman dahulu Onggo Lotjo dan Roro Resmi bisa makan dengan adanya krowotan. Pada saat prosesi tradisi Sadranan warga melakukan kenduri di Hutan adat Wonosadi dan Kali Ndek. Kenduri di tempat tersebut dimaksudkan untuk bersyukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa melalui keberadaan Roro Resmi Onggo dan Lotjo yang dahulu pernah membantu melestarikan penghijauan yang ada di desa Beji serta perairan yang cukup membantu warga sekitar demi kelangsungan hidup warga desa Beji. Dengan demikian kenduri Sadranan dimaksudkan untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bukan musrik menyembah benda yang ada di setiap petilasan.

Sejarah Desa Beji

Menurut etimologi, Beji berarti sumur atau belik. Hal ini sangat sesuai dengan geografis Desa Beji karena  terdapat 14 dusun dengan 14 mata air.  Setiap dusun mempunyai sejarah dan upacara adat sendiri-sendiri  berkaitan dengan keberadaan sumber airnya.

Belum ada sejarah dan cikal bakal tertulis yang ditemukan dari data pemerintah Desa Beji, tentang asal usul nama desa dan sejarah Desa,  tetapi menurut masyarakat, orang tua dan juru kunci desa Beji, asal usul desa ini masih terkait erat dengan cerita di Kawasan Gunung Gambar kecamatan Ngawen. Walaupun begitu ada beberapa sejarah khusus yang dapat menjadi catatan:
  1. Dari cerita pelarian Prabu Brawijaya dari Majapahit beserta prajurit, selirnya yang bersembunyi dan menetap sementara di daerah utara Gunungkidul. 
  2. Kisah pertapaan Roro resmi, Onggo dan Loco sebagai asal mula hutan Adat Wonosadi 
  3. Sejarah pangeran Samber nyawa dari Surakarta saat memetakan strategi melawan Belanda di Gunung Gambar.  
  4. Kisah para Wali songo saat menyebarkan agama Islam di Gunungkidul, sebagai asal mula nama Watu Gendong dan Watu Sepikul.

Letak Geografis Desa Beji Ngawen

Desa Beji merupakan Rintisan Desa Budaya yang terletak di kecamatan Ngawen  Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta, dan merupakan salah satu desa terluar sebelah Barat dari Kecamatan Ngawen.  Desa Beji memiliki empat belas padukuhan dengan letak geografis sebagai berikut :

Bagian utara Desa Beji berbatasan dengan Desa Kampung, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul Daerah istimewa Yogyakarta.

Bagian timur berbatasan dengan Desa Kali Tekuk, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul Daerah istimewa Yogyakarta.

Bagian selatan berbatasan dengan Desa Watu Sigar, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta.

Bagian barat berbatasan dengan Desa Natah, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta.